Membaca Ulang Jejak-Jejak yang Pernah Ditinggalkan
Sudah akan genap setengah tahun waktu yang telah terlewat di tahun 2020 ini. Di umurku yang sudah berkepala dua ini melihat waktu yang kian hari kian bertambah memunculkan sebuah ketakutan dalam diri. Takut bahwa aku sedang berjalan menuju sebuah pintu kegagalan. Selalu ada sisi seperti itu dalam diriku yang muncul. Sisi lain aku juga pribadi yang santai-santai saja dan tetap optimis menatap masa depan. Tapi entah kenapa selalu ada momen dimana ketakutan itu muncul. Di saat ketakutan itu muncul aku merasa bahwa kebanyakan hal yang selama ini aku lakukan adalah penuh dengan kesalahan dan kekeliruan.
Dari situ aku menjadi sadar bahwa sebenarnya aku belum sepenuhnya yakin dengan apa yang sudah dijamin oleh Allah SWT perihal rezeki. Aku adalah orang yang masih menyimpan keraguan terhadap jalan yang aku pilih dan yakini. Aku rasa ini adalah sebuah kesalahan yang fatal dalam berakidah, mengkhawatirkan apa-apa yang sudah dijamin oleh Allah SWT. Sebenarnya aku sudah cukup sering mendengar maupun membaca nasehat bahwa sebagai seorang muslim kita tidak boleh terlalu mengkhawatirkan apa-apa yang sudah dijamin oleh Allah SWT. Setiap selesai mendengarkan nasehat tersebut jiwaku pasti tenang dan merasa siap dengan apa-apa yang ditetapkan oleh-Nya untuku. Namun keistiqomahan atas keyakinan itu masih sesekali goyah sehingga ketakutan itu mudah kembali muncul.
Menjelang pagi ini aku kembali mencoba membaca ulang sejarah perjalanan hidup yang pernah aku tuliskan. Perasaan sedih dan menyesal tiba-tiba muncul. Sedih mengingat diriku yang sekarang belum bisa mewujudkan kebanyakan harapanku di masa lalu, dan itu sekaligus menghadirkan sesal karena merasa bahwa aku tak benar-benar memanfaatkan berbagai kesempatan yang hadir dalam hidupku.
Namun di sela-sela perasaan sedih itu, ada perasaan senang dan bangga. Di samping kegagalan-kegagalan yang terjadi selama ini, ternyata aku adalah seorang yang selalu berfikir untuk terus menjadi lebih baik. Aku orangnya selalu ingin belajar. Aku rasa itu juga sebuah prestasi yang seharusnya aku apresiasi kepada diriku. Bahwa aku juga tak pernah seburuk yang aku sangka, begitupun juga bahwa aku juga tak sebaik yang aku sangka. Di situ aku sadar bahwa sebagai manusia diriku tak bisa untuk benar-benar tepat menilai diriku sendiri.