Memilih Tempat untuk Menetap
Aku sudah hampir dua minggu ini tinggal di rumah. Waktu yang sudah cukup bagiku untuk kembali beradaptasi dengan lingkungan sekitarku, meskipun di masa pandemi ini aktivitasku sangat terbatas dan lebih banyak aku habiskan dirumah aku tidak terlalu kesulitan untuk beradaptasi. Harus aku akui bahwa aku merasa tidak kuat untuk isolasi selama 14 hari penuh di rumah. Aku sangat butuh udara segar dari luar, alhasil selama dua pekan ini aku beberapa kali keluar rumah untuk sekedar bertemu dengan kawan-kawan lamaku di sini.
Ketika keluar rumah sebisa mungkin aku memilih waktu malam agar tidak banyak orang yang melihatku. Karena aku merasa tidak enak dengan masyarakat sekitar jika aku terlalu terang-terangan beraktivitas di luar rumah sementara seharusnya aku melakukan isolasi diri selama 14 hari penuh. Maafkan atas ketidakpatuhanku. Namun meskipun begitu aku tetap menjalankan protokol kesehatan kok, keluar rumah memakai masker, tidak melakukan jabat tangan, dan menjaga jarak setiap bertemu dengan orang.
Singkat cerita, selama 14 hari di kampung halaman ini membuahkan sebuah kebimbangan dalam diriku. Kebimbangan dalam memilih tempat untuk meneruskan perjalanan hidupku. Aku merasa bahwa seharusnya aku meneruskan hidupku disini saja, membangun karirku dari nol disini. Pertimbangan terbesarnya adalah karena aku ingin dekat dengan keluarga. Selain itu kawan-kawanku di sini mengajaku untuk merintis usaha bersama. Mereka butuh kehadiran dan bantuanku di sini untuk sama-sama bisa berkembang.
Di sisi lain, aku masih memiliki tanggung jawab menjadi lurah (ketua pengurus) pondok pesantrenku di Jogja. Masa kepengurusanku harusnya baru akan berakhir Bulan Sya'ban tahun depan. Meskipun tidak ada aturan tertulis mengenai masa kepengurusan di pesantrenku itu, namun karena sudah beberapa tahun belakangan satu periode kepengurusan itu dua tahun, maka tidak etis rasanya jika aku mengakhiri kepengurusan ini sebelum genap dua tahun.
Pilihanku sekarang ada dua, kembali ke Jogja menuntaskan tanggung jawabku sebagai lurah pondok atau tetap tinggal di kampung halaman. Jika aku harus kembali ke Jogja, otomatis aku harus sedikit lebih tega lagi meninggalkan keluargaku sementara waktu lagi. Selain itu aku juga harus mencari pekerjaan di sana, karena aku sudah tidak lagi mendapatkan uang saku bulanan dari beasiswa. Jika harus meminta kiriman dari orang tua rasanya sudah tidak enak sekali dan sepertinya aku tidak akan mau melakukan itu. Jadi ketika aku memilih ke Jogja maka wajib hukumnya bagiku untuk dapat pekerjaan disana.
Sementara jika aku tinggal di sini, aku bisa lebih punya waktu banyak dengan keluarga dan bisa mulai fokus merintis karirku di sini. Entah bagaiamanapun aku tidak ingin menghabiskan hidupku tinggal di perantauan. Sekarang atau nanti aku ingin dan harus meniti karirku di kampung halaman, bersama keluarga dan kawan-kawanku. Tapi ketika aku memilih tinggal disini bukan berarti aku akan lepas saja dari tanggung jawabku di Jogja. Aku akan menyempatkan waktu satu dua minggu untuk mengurus pergantian kepengurusan yang baru dan akan menjelaskan ini semua.
Memilih tempat untuk menetap ternyata tidak semudah itu, walaupun nampak begitu sederhana. Namun menjadi tidak sederhana lagi ketika kita memiliki banyak pertimbangan atas keterbatasan yang kita punya. Bismillah saja, aku akan memohon petunjuk dari Allah, apapun yang menjadi jalan kehidupanku nanti semoga Allah selalu meridhai.