LIVE MORE IN THE MOMENT
Awal tahun ini aku menemukan sebuah buku yang hampir seluruh isinya begitu mengena dalam kehidupanku. Buku itu berjudul Live More In The Moment. Sebuah buku yang menjelaskan bagaimana seharusnya kita bisa menikmati waktu yang sedang kita jalani saat ini. Aku menemukan buku itu secara tidak sengaja. Bermula dari keisengan berkeliling di salah satu pusat perbelanjaan kota asalku Purwokerto, aku digerakan oleh hatiku untuk masuk ke dalam toko buku.
Cukup lama aku berkeliling menelusuri setiap rak buku yang ada pada toko itu. Sampai pada akhirnya ada satu buku dengan judul yang menarik perhatianku. Buku dengan cover berwarna kuning berjudul Live More In The Moment itu langsung ku ambil dari rak. Aku mencoba membaca sekilas cover depan dan belakang buku tersebut. Kemudian apa yang tertulis di cover belakang buku tersebut membuat diriku yakin untuk memutuskan membelinya.
Sesampai di rumah, aku langsung mencoba membaca buku tersebut. Lembar demi lembar aku lewati dengan seksama. Aku begitu menikmati setiap bagian yang tertulis di buku tersebut. Apa yang tertulis seolah olah memang dituliskan secara khusus untuk diriku. Aku benar-benar merasa dinasehati oleh buku tersebut. Belum lagi ada beberapa bagian yang memang baru saja aku alami.
Salah satu masalah yang cukup sulit untuk aku hilangkan adalah perihal keyakinanku yang sering kali dibatasi oleh pikiranku sendiri. Semakin aku dewasa keyakinanku terhadap segala sesuatu yang aku inginkan semakin sempit dan kecil. Aku menjadi pribadi yang enggan untuk berusaha mendapatkan sesuatu yang lebih besar. Karena adanya batasan yang aku buat sendiri, sebuah batas yang aku percayai bahwa diriku tak akan bisa melampauinya.
Di dalam buku Live More In The Moment, ada bagian yang menjelaskan tentang hal-hal yang bisa membatasi keyakinan kita sendiri. Beberapa hal yang akan aku ulas diantaranya yaitu:
Rasa Putus Asa
Pengalaman pahit yang dialami seseorang bisa membuat orang putus asa dan hilang harapan. Jika rasa putus asa sudah memenuhi pikiran seseorang maka keyakinannya akan suatu hal pun secara otomatis akan terbatasi oleh rasa putus asanya. Aku pun di beberapa momen dalam kehidupanku merasakan hal ini. Salah satunya adalah ketika aku menjadi seorang pemimpin di lingkunganku. Rasa putus asa yang ada dalam diriku akan keadaan yang ada, akhirnya membuat diriku tak banyak melakukan hal. Keyakinanku sudah terbatasi, ketika ingin melakukan suatu hal selalu saja aku menganggap bahwa hal itu tak akan berhasil. Aku beranggapan seperti itu hanya karena dulu pernah mencoba dan gagal, lalu aku berkesimpulan bahwa jika aku mencobanya sekarang pun sama saja. Akhirnya pun aku tak mencobanya sekali lagi. Padahal sesuatu yang dulu pernah gagal, belum tentu juga jika dilakukan sekarang akan mendapatkan hasil yang sama. Harusnya masih ada kemungkinan bahwa hal itu bisa berhasil.
Berfikir Bahwa Keberuntungan adalah Penentu Segalanya
Melihat suatu keberhasilan lebih banyak ditentukan karena faktor keberuntungan juga akan membatasi keyakinan kita. Kalau sudah seperti ini apa yang dicapai oleh orang lain kita hanya akan menganggap sebagai keberuntungan semata. Ketika kita tidak bisa mencapai apa yang orang lain dapatkankan pun kita akan menganggap bahwa kita memang tidak beruntung. Kita pun akhirnya tidak mau belajar dan berusaha lebih keras lagi karena sudah kadung menganggap bahwa diri kita ini tidak memiliki keberuntungan seperti yang orang lain miliki.
Menganggap Suatu Hal Sulit untuk Dilakukan
Belum apa-apa sudah menganggap sulit. Padahal belum melakukan apa-apa. Boleh jadi sesuatu yang kita anggap sulit itu dikarenakan minimnya informasi yang kita miliki akan hal tersebut. Jika saja diri kita mau berusaha untuk mencari tahu lebih dalam akan hal yang kita anggap sulit, bukan tidak mungkin bahwa sebenarnya hal itu mudah bagi diri kita. Sangat penting untuk dihindari di awal-awal perihal menganggap susuatu sulit untuk dikerjakan sebelum kita berusaha mencari tahu terlebih dahulu.
Tidak Percaya Kepada Kemampuan Sendiri
Seberapa besar pun potensi yang ada dalam diri kita, kalau kita tidak percaya itu, maka potensi dalam diri kita menjadi sia-sia. Jika ada anggapan dari orang lain bahwa kita tak tidak bisa melakukan ini itu, janganlah kita sepenuhnya percayai. Orang yang paling tahu kemampuan kita adalah kita sendiri. Jangan biarkan omongan orang lain merusak kepercayaan kita terhadap kemampuan yang kita miliki.
Tidak Berani Mengatakan Apa yang diinginkan
Tidak berani mengatakan apa yang diinginkan karena takut mengalami penolakan adalah suatu hal yang harus ditinggalkan. Kita akan banyak kehilangan kesempatan karena perasaan tidak berani itu. Padahal jika saja kita berani, diantara sekian banyak kesempatan itu jika kita berani mengambil langkah pastilah minimal ada salah satu yang setidaknya berhasil.
Takut dengan Jalan Mengejar Mimpi
Sebagian besar dari kita sudah tau bagaimana jalan yang harus dilalui untuk sampai kepada mimpi yang kita inginkan. Tidak mudah dan banyak rintangan yang harus dilalui. Perasaan takut itu akhirnya muncul begitu kita tahu ternyata banyak sekali hal yang harus kita lalui untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Perasaan takut atas jalan yang harus dilalui itu pun akhirnya membuat kita tak berani mengambil langkah. Keyakinan kita sudah terbatasi dulu oleh rasa takut akan jalan yang harus dilalui.
Itulah beberapa poin yang aku ambil dari buku Live More In The Moment perihal bagaimana suatu hal bisa membatasi keyakinan yang kita miliki. Kini diriku masih berusaha untuk menghilangkan batasan-batasan yang aku ciptakan sendiri. Aku harus bisa, aku tak mau menjadi orang yang hidupnya dipenuhi penyesalan di kemudian hari.