HIDUP DALAM KEMINDERAN

Dalam sebuah sesi seminar psikologi peserta diminta menggambar sebuah pohon. Setiap peserta bebas menggambar pohon apapun, tidak ada petunjuk spesifik tentang pohon yang harus kami gambar. Waktu itu yang muncul pertama kali di pikiran adalah pohon yang menjadi asal dari makanan favoritku. Pohon itu adalah pohon pete. Aku adalah penggemar fanatik pete, dan menggambar pohon pete sepertinya menjadi pilihan yang harus aku ambil..

Setelah semua peserta selesai menggambar, kertas yang berisi gambar berbagai macam pohon dari semua peserta itu dikumpulkan di depan. Satu per satu gambar itu kemudian dilihat oleh pemateri. Berbagai macam penilaian terhadap gambar yang dilihat oleh pemateri disampaikan. Hal yang dibaca adalah perihal kepribadian dari si penggambar. 

Cukup kaget ketika gambarku menjadi salah satu yang dipilih oleh sang pemateri. Tidak ada nama penggambar yang dituliskan di kertas tersebut, tapi aku sangat yakin kalau yang dipilih oleh sang pemateri adalah gambar miliku. Aku yakin hanya diriku saja yang kepikiran untuk menggambar sebuah pohon petai.  Apalagi setelah beliau mendeskripsikan bagaimana pohon itu digambar. Aku pastikan bahwa itu memang gambarku saat itu. 

Aku deg degan, menunggu apa saja kepribadian diriku yang bisa dibaca oleh beliau dari gambar pohon petai itu. Beliau kemudian menjelaskan apa yang ia baca dari gambar itu. Sungguh mengena, apa yang dijelaskan oleh beliau benar-benar terjadi dalam hidupku. Beliau menjelaskan bahwa si penggambar pohon petai itu mempunyai perasaan inferior (minder). Hal itu tergambar secara jelas dari pohon petai yang aku gambar. Terutama dari sisi ukuran gambar yang aku buat. Kata beliau ukuran gambar yang kecil itu menandakan bahwa aku cenderung memiliki sifat minder, merasa rendah diri, dan merasa tak pantas dengan lingkungan dimana ia berada.

 


Aku menyadari betul akan hal itu. Salah satu permasalahan yang belum rampung aku selesaikan adalah perasaan rendah diri. Jika boleh aku ukur, sebenarnya rasa rendah diri dalam diriku  tidak sampai kepada tahap yang ekstrim. Aku masih bisa mengendalikan dan melawan perasaan itu. Namun harus aku akui juga bahwa pada beberapa momen dimana aku kalah dengan perasaan rendah diri itu.

Contoh saja ketika aku berada di sebuah lingkungan dimana disitu banyak orang-orang yang aku nilai lebih segalanya dari diriku. Perasaan rendah diri itu hampir selalu gagal aku lawan. Termasuk ketika pada ruangan seminar itu, seluruh peserta seminar adalah mahasiswa penerima beasiswa. Tentu bisa dikatakan seluruhnya memiliki kecerdasan diatas rata-rata.  Hal itu sungguh membuat diriku merasa rendah diri. Hampir selama empat tahun itu aku dilanda perasaan rendah diri ketika harus berkumpul dengan mereka dalam satu forum. Celakanya itu berdampak kepada perkembangan soft skill yang aku miliki. Selama empat tahun berkumpul dengan mereka kami banyak sekali mendapatkan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan diri. Sayangnya semua itu tak bisa aku manfaatkan secara optimal hanya gara-gara rasa rendah diri yang aku miliki.

Urusan dengan lawan jenis pun seperti itu.  Sering kali aku tak memiliki kebranian untuk memulai percakapan dengan seorang perempuan. Kebanyakan perempuan yang kenal denganku, mereka duluanlah yang memulai percakapan denganku. Satu-satunya keberuntungan yang aku miliki adalah aku dinilai sebagai laki-laki yang lumayan rajin, sehingga dimanapun aku berada entah dulu di sekolah, kampus, maupun di pondok bisa dibilang tetap saja ada perempuan yang mau mengenal diriku. Walaupun memang tidak ada yang sampai kepada tahap dekat. Lagi-lagi mungkin karena rasa rendah diriku yang membuat aku kurang aktif untuk berbicara dengan mereka.

Dari artikel yang aku baca, ternyata perasaan rendah diri itu sebuah hal yang wajar. Hampir sebagian besar orang pernah mengalami hal itu.  Asal rasa rendah diri itu tidak berlebihan atau ekstrim. Semisal saja rasa rendah diri itu membuat seseorang sampai menutup diri dari lingkungan, tidak mau bergaul, bahkan sampai frustasi terhadap dirinya sendiri. Beruntungnya aku belum sampai pada tahap itu, namun aku ingin bahwa suatu saat nanti aku bisa sepenuhnya lepas dari rasa rendah diri itu. Aku ingin bisa menjadi pribadi yang percaya diri dimanapun, kapanpun, dengan kondisi apapun yang aku miliki.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url