SEMAKIN BANYAK BERKELANA MEMBUAT CARA PANDANG KITA MENJADI SEMAKIN LUAS
Salah satu hal yang barangkali patut aku syukuri yaitu ketika diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi anak perantauan. Banyak hal yang aku rasa telah berubah dalam diriku. Terutama perihal cara pandangku dalam melihat kehidupan. Aku yang sekarang merasa memiliki cara pandang yang lebih baik dari diriku yang dulu. Terlepas dari faktor usia yang sudah mendewasa, keputusanku untuk merantau nampaknya juga sedikit banyak telah memberikan kontribusi dalam perubahan yang ada pada diriku.
Faktor lingkungan memang memiliki peran besar bagi perkembangan seseorang. Apa yang kita lihat sehari-sehari, apa yang kita dengarkan sehari-sehari, dengan siapa kita bertemu sehari-hari akan banyak mempengaruhi pola pikir ataupun cara pandang yang kita miliki. Aku merasa beruntung, karena bisa dikatakan Allah menuntun perjalanan hidupku ke sebuah lingkungan yang sangat baik. Perantauanku di mulai ketika lima tahun yang lalu aku berkesempatan untuk melanjutkan belajarku di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Dari sanalah aku mulai bertemu dengan hal-hal baru yang sebelumnya barangkali tak pernah aku temui. Salah satu diantaranya adalah bertemu dengan berbagai orang yang berasal dari organisasi Islam yang berbeda. Aku sendiri lahir dan tumbuh di lingkungan Nahdlatul Ulama, sekolahku mulai dari Madrasah Ibtidaiyah sampai dengan SMK semuanya milik Lembaga Pendidikan Ma'arif milik NU. Jadi bisa dibilang selama aku di kampung, aku tak pernah bertemu dengan orang-orang dari kalangan Islam lain. Barulah ketika di Jogja mulai bertemu dan berinteraksi dengan orang dari berbagai macam organisasi Islam.
Aku akhirnya melihat wajah Islam yang beraneka ragam secara langsung. Sebagai orang yang sudah cukup kental dengan tradisi dan amaliah warga NU beberapa kali pernah berdebat dengan kawan-kawan yang bersebrangan dengan NU. Tak hanya di media sosial, namun di ruang-ruang satu tongkronganpun perdebatan mengenai amaliah NU tak pernah ketinggalan. Setiap kali ada teman yang membid'ah bid'ahkan amaliah NU pasti disitu aku langsung tersulut untuk mengajaknya berdebat. Namun yang namanya perdebatan yang dilakukan oleh orang yang sama-sama masih kurang ilmu tentu tak pernah menghasilkan titik temu. Ujung-ujungnya semua tetap kekeh dengan pendapat masing-masing.
Perdebatan tak berhenti di seputar amaliah NU saja, perihal pandangan dan pilihan politik pun dulu aku seringkali berdebat. Apalagi dulu ketika menjadi mahasiswa baru 2016-2017 bertepatan dengan seru-serunya pertarungan politik untuk memperebutkan kursi Gubernur DKI Jakarta. Lagi-lagi aku dengan beberapa kawan-kawanku berdebat karena pilihan yang berbeda. Pokonya ada saja setiap harinya bahan untuk berdebat, dengan tujuan saling mempertahankan pilihan masing-masing dan juga sekaligus menjatuhkan pilihan lawan.
Puncaknya perjalanan perdebatanku ketika tahun politik 2019. Tahun dimana diadakan pemilihan Presiden Indonesia. Perdebatan di sosial media sungguh begitu luar biasa. Saling serang antara pendukung satu dengan pendukung satu lainnya seakan tak pernah usai setiap harinya. Lagi-lagi aku tersulut untuk ikut menyuarakan pandangan dan tentu berakhir debat dengan beberapa kawanku.
Setiap ada isu yang ramai di intenet, aku selalu mencoba untuk ikut bersikap dan menyuarakan pandangan lewat status media sosial yang aku miliki. Seolah olah statusku di media sosial juga sebagai ajakan untuk berdebat bagi siapa saja yang memiliki pandangan atau pilihan yang berbeda. Lucu sebenarnya mengingat diriku yang waktu itu. Tapi ya sudahlah bagaimanapun itu juga merupakan bagian dari perjalanan hidupku.
Jiwa untuk mengikuti perdebatan di media sosialku perlahan mulai hilang ketika aku mulai bertemu, mendengarkan, dan membaca beberapa cara pandang kehidupan yang menurutku patut untuk dtiru dan aku teladani. Dalam urusan spiritual dan keagaman, seusai pemilihan Presiden aku mulai rutin untuk mendengarkan kajiannya Gus Baha melalui youtube. Beberapa kali ketika beliau ada jadwal ngisi kajian di masjid kampus juga selalu aku usahakan ikut. Ilmu-ilmu dari beliau sungguh banyak sekali yang merubah cara pandangku terhadap berbagai hal.
Di tahun tersebut aku juga mulai rutin untuk menonton channel-channel youtube inspiratif, yang banyak memberikan ilmu mengenai bagaimana menjalani hidup yang lebih baik. Selain youtube, aku juga banyak belajar dari orang-orang di luar sana melalui sebuah platfrom media sosial berana Quora. Banyak sekali tulisan-tulisan inspiratif yang aku temukan di sana.
Hingga akhirnya aku merasa sudah jauh lebih baik dari segi pola pikir dalam menjalani kehidupan. Dari yang sebelumnya aku selalu bernafsu untuk berdebat ketika ada perbedaan pendapat, sekarang aku sudah tak ada keinginan untuk melakukannya. Ketika ada perbedaan cara pandang sekarang bisa menyikapnya secara lebih bijak, tanpa harus membuang energi dan waktu untuk melakukan hal yang sebenarnya tidak perlu. Tenaga dan waktu yang aku miliki sekarang bisa lebih banyak aku gunakan untuk terus fokus mencari ilmu dan mempersiapkan kehidupan di masa yang akan mendatang secara lebih baik.
Menjelang istirahat, 27 Ramadhan 1442 H
Kampung Halaman, Banyumas Jawa Tengah.