BOYONGAN
Satu per satu pakaian aku masukan ke dalam ransel. Buku-buku aku kumpulkan beserta barang-barang yang lain. Aku sudah berfikir matang-matang dan meyakinkan diriku berulang kali bahwa kali ini adalah waktu yang tepat. Akhirnya hari itu pun aku memantapkan hati sowan ke Pak Kyai. Begitu selepas sholat jama'ah ashar, aku menunggu Pak Kyai dari depan asrama putra. Suasana saat itu cukup ramai. Dikarenakan setiap waktu ashar ada anak-anak sekitaran kampung yang ikut mengaji di sini.
Sekitar lima menit akhirnya Pak Kyai keluar dari masjid dan pulang menuju ndalem. Tak lama berselang akhirnya aku pun ikut menuju ndalem. Seperti biasanya setelah cium tangan, aku selalu ditanya ada urusan apa oleh Pak Kyai. Namun tidak seperti biasanya bagiku, kali ini ada hal yang berat untuk disampaikan. Sambil duduk di ruang tamu ndalem, aku mengatur nafas sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Pak Kyai.
Akhirnya kalimat itu terucap dari mulutku, sebuah kalimat yang selama ini berat untuk disampaikan. Dengan sedikit kaget Pak Kyai merespon kepamitan diriku hari itu. Pak kyai pun menanyakan kenapa aku memutuskan untuk boyong saat itu juga. Aku pun menjelaskan alasan mengapa aku harus boyong dari pondok, mulai dari statusku yang sudah cukup lama menjadi santri di sini, sampai dengan keadaan dan kesibukanku saat ini. Aku menjelaskan bahwa kurang lebih sudah enam tahun aku nyantri di Pondok Pesantren Ki Ageng Giring. Dari awal aku menjadi mahasiswa baru, tahun 2016 yang lalu. Sampai dengan sekarang 2022, dua tahun setelah kelulusanku dari bangku kuliah.
Beberapa teman seangkatanku sudah terlebih dahulu boyong dari pondok. Dan bahkan beberapa teman yang satu tahun dibawahku pun sudah boyong tahun ke marin. Akhirnya Pak Kyai pun memahami alasanku dan mengizinkan kepindahanku dari pondok. Tak banyak pesan yang beliau sampaikan kepadaku. Beliau hanya berpesan di mana pun kamu tinggal yang penting kamu harus bahagia. Dan jangan lupa untuk saling mendoakan.
Akupun mengucapkan permohonan maaf kepada beliau, karena sudah banyak salah selama menjadi santri beliau. Tak lupa ucapan terimakasih dariku atas segala ilmu dan bimbingan yang beliau berikan selama ini. Setelah itu dilanjutkan dengan pembicaraan ringan, seperti masalah pekerjaan, jodoh, dan lain-lain.
Setelah dirasa cukup, akhirnya aku pun kembali mencium tangan beliau dan pamit untuk meninggalkan pesantren. Aku berjalan keluar meninggalkan ndalem dengan perasaan yang cukup lega. Hari itu 1 Maret 2022, aku resmi boyong dari Pondok Pesantren Ki Ageng Giring.
Tak lupa seusai sholat maghrib, aku berpamitan dengan teman-teman yang tersisa di Pondok satu per satu. Aku pun juga berpamitan melalui grup WA. Saat itu aku kembali merasakan perasaan di tahun 2016 silam. Saat di mana aku harus pamit meninggalkan keluargaku di kampung. Ada perasaan sedih yang teramat, namun tak bisa aku ekspresikan kesedihan itu langsung saat itu juga. Sebagai laki-laki aku berusaha menunjukan bahwa diriku baik-baik saja. Menatap ke depan dan terus melanjutkan perjalanan.