SUPRA DAN LAKI LAKI BIASA (BAGIAN 1)
Foto: Motor Supra Andalan (Dokumen Pribadi)
Menjelang kelulusan dari sekolah Tsnawiyah, sekitar sembilan tahun yang lalu, aku dipercaya oleh bapakku untuk menggunakan sebuah sepeda motor yang belum lama ia beli. Bukan sebuah motor baru yang ia beli, melainkan sebuah motor bekas. Walaupun statusnya yang merupakan sebuah motor bekas akan tetapi motor itu masih memiliki body yang mulus. Performanya pun masih sangat bagus. Hal ini dikarenakan bapakku membelinya dari pemilik pertamanya yang belum lama juga pemilik itu membelinya. Sehingga jejak dari pemilik pertama yang ada pada motor itu nyaris belum ada. Belum ada lecet yang berarti, hanya sebuah goresan-goresan tipis yang relatif hampir tidak terlihat. Kilometernya pun masih rendah, menandakan bahwa jarak tempuh perjalanan motor itu belum terlalu jauh.
Motor yang bapak percayakan untuk aku pakai itu adalah Supra X125 keluaran tahun 2009. Sebuah merek motor bebek yang sangat identik dengan figur seorang bapak-bapak. Orang tua biasanya memilih motor supra sebagai kendaraan sehari-harinya karena alasan keiritan bahan bakarnya. Dengan jumlah bahan bakar yang sama, motor supra mampu menawarkan daya tempuh yang lebih jauh dibanding merek motor-motor lain. Selain alasan keiritannya, pertimbangan yang lain ialah soal kebandelannya. Selama kami menggunakan motor supra sepertinya hampir tidak pernah kami mengalami masalah yang berarti. Motor yang kami miliki tidak pernah rewel, setiap kami butuhkan motor tersebut selalu siap sedia untuk mengantarkan kami kemana saja.
Aku mulai rutin menggunakan motor supra milik bapak itu saat mulai menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan. Padahal saat itu secara umur aku belum boleh mengendarai kendaraan bermotor. Akan tetapi mengendarai motor untuk pulang pergi dari rumah ke sekolah saat itu aku yakini sebagai pilihan yang paling tepat. Pasalnya jarak tempuh dari rumah menuju sekolah bukanlah sebuah jarak yang membutuhkan waktu sebentar untuk menempuhnya. Sebenarnya ada altenatif menggunakan kendaraan umum saat itu, akan tetapi jarak dari rumah menuju jalan raya terdekat saja sudah hampir 2km. Tentu ini membutuhkan waktu setidaknya 15 menit untuk berjalan kaki. Belum lagi sesampai di jalan raya, aku harus menunggu bis yang tujuannya sejalur dengan arah sekolahku. Jika ditotal-total aku membutuhkan waktu 30-45 menit untuk menuju ke sekolah. Hal yang menurutku tidak efisien jika aku harus membuang waktu sebanyak itu setiap harinya di perjalanan. Belum lagi jika dihitung-hitung secara biaya, pergi ke sekolah menggunakan sepeda motor lebih murah jika dibanding menggunakan kendaraan umum.
Pulang pergi dari rumah ke sekolah selama tiga tahun aku lalui bersama motor supra bapak itu. Jika diingat-ingat hampir tidak ada hari sekolah yang aku tempuh tanpa menggunakan sepeda motor supra itu. Paling seingatku hanya sekali atau duakali saja aku pernah nebeng dengan temanku. Selama tiga tahun pula aku tidak pernah mengalami kendala yang berarti dengan motor supra itu. Paling hanya pernah satu kali terjatuh dikarenakan ada sebuah lubang di jalan yang membuat aku kehilangan keseimbangan. Kejadian itu membuat lecet di beberapa bagian motor, tidak terlalu parah dikarenakan aku mengendarainya tidak dalam kecepatan yang tinggi. Selebihnya setiap hari perjalananku menggunakan motor supra itu dilalui dengan aman sentosa.
Perjalanan dengan motor supra itu berlanjut ketika aku menempuh pendidikan tinggi di Jogja. Jarak antara Banyumas dan Jogja bukanlah jarak yang dekat. Kurang lebih 200km harus aku tempuh. Sebuah jarak yang akan membuat pantat siapapun merasa pegal. Akupun merasakan kepegalan itu, karena harus duduk di jok motor hampir 5 jam perjalanan. Namun lagi-lagi motor supra itu mampu mengantarkanku sampai ke tujuan dengan baik. Selama perjalanan menuju kota perantauan, tak ada kendala yang aku alami bersama motor supra itu.
Motor yang bapak percayakan untuk aku pakai itu adalah Supra X125 keluaran tahun 2009. Sebuah merek motor bebek yang sangat identik dengan figur seorang bapak-bapak. Orang tua biasanya memilih motor supra sebagai kendaraan sehari-harinya karena alasan keiritan bahan bakarnya. Dengan jumlah bahan bakar yang sama, motor supra mampu menawarkan daya tempuh yang lebih jauh dibanding merek motor-motor lain. Selain alasan keiritannya, pertimbangan yang lain ialah soal kebandelannya. Selama kami menggunakan motor supra sepertinya hampir tidak pernah kami mengalami masalah yang berarti. Motor yang kami miliki tidak pernah rewel, setiap kami butuhkan motor tersebut selalu siap sedia untuk mengantarkan kami kemana saja.
Aku mulai rutin menggunakan motor supra milik bapak itu saat mulai menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan. Padahal saat itu secara umur aku belum boleh mengendarai kendaraan bermotor. Akan tetapi mengendarai motor untuk pulang pergi dari rumah ke sekolah saat itu aku yakini sebagai pilihan yang paling tepat. Pasalnya jarak tempuh dari rumah menuju sekolah bukanlah sebuah jarak yang membutuhkan waktu sebentar untuk menempuhnya. Sebenarnya ada altenatif menggunakan kendaraan umum saat itu, akan tetapi jarak dari rumah menuju jalan raya terdekat saja sudah hampir 2km. Tentu ini membutuhkan waktu setidaknya 15 menit untuk berjalan kaki. Belum lagi sesampai di jalan raya, aku harus menunggu bis yang tujuannya sejalur dengan arah sekolahku. Jika ditotal-total aku membutuhkan waktu 30-45 menit untuk menuju ke sekolah. Hal yang menurutku tidak efisien jika aku harus membuang waktu sebanyak itu setiap harinya di perjalanan. Belum lagi jika dihitung-hitung secara biaya, pergi ke sekolah menggunakan sepeda motor lebih murah jika dibanding menggunakan kendaraan umum.
Pulang pergi dari rumah ke sekolah selama tiga tahun aku lalui bersama motor supra bapak itu. Jika diingat-ingat hampir tidak ada hari sekolah yang aku tempuh tanpa menggunakan sepeda motor supra itu. Paling seingatku hanya sekali atau duakali saja aku pernah nebeng dengan temanku. Selama tiga tahun pula aku tidak pernah mengalami kendala yang berarti dengan motor supra itu. Paling hanya pernah satu kali terjatuh dikarenakan ada sebuah lubang di jalan yang membuat aku kehilangan keseimbangan. Kejadian itu membuat lecet di beberapa bagian motor, tidak terlalu parah dikarenakan aku mengendarainya tidak dalam kecepatan yang tinggi. Selebihnya setiap hari perjalananku menggunakan motor supra itu dilalui dengan aman sentosa.
Perjalanan dengan motor supra itu berlanjut ketika aku menempuh pendidikan tinggi di Jogja. Jarak antara Banyumas dan Jogja bukanlah jarak yang dekat. Kurang lebih 200km harus aku tempuh. Sebuah jarak yang akan membuat pantat siapapun merasa pegal. Akupun merasakan kepegalan itu, karena harus duduk di jok motor hampir 5 jam perjalanan. Namun lagi-lagi motor supra itu mampu mengantarkanku sampai ke tujuan dengan baik. Selama perjalanan menuju kota perantauan, tak ada kendala yang aku alami bersama motor supra itu.