GAYA HIDUP - SEBUAH PERANGKAP YANG MENGERIKAN
Menahan suatu keinginan ketika kita tidak memiliki kemampuan untuk merealisasikan keinginan tersebut memang relatif mudah. Namun akan beda cerita jika kita memiliki kemampuan untuk memenuhi hal yang kita inginkan. Menahan keinginan akan menjadi salah satu pekerjaan yang teramat berat.
Aku sendiri mengalami betul. Salah satunya adalah perubahan menu makan antara ketika masih mahasiswa dan setelah bekerja. Saat dulu masih berstatus mahasiswa, menahan diri untuk tidak memilih menu makan yang tergolong mahal adalah sebuah pekerjaan yang mudah. Ketika waktunya jam makan, tempat yang menjadi destinasiku untuk mengobati rasa lapar ialah tempat-tempat yang sudah terkenal menunya murah meriah dan tentunya bisa ambil sendiri.
Sudah terkenal tempatnya murah pun, sesampainya di sana aku akan memilih menu-menu yang bisa dibilang menu kaum dhuafa. Nasi sayur + gorengan + air es, ini adalah menu default yang selalu menjadi andalan. Jika lagi pengin upgrade sedikit, maka pilihannya jatuh ke menu nasi telor. Aku memilih menu-menu tersebut karena sadar betul, itulah menu makan realistis yang bisa menjaga isi dompet mahasiswa sepertiku ini selamat sampai di penghujung akhir bulan. Paling mentok saat itu aku hanya menghabiskan lima belas sampai dua puluh ribu rupiah saja dalam satu hari. Untuk ukuran mahasiswa yang hidup di perantauan rasanya itu sangat irit.
Memasuki kehidupan sebagai pekerja, perlahan secara tidak sadar perubahan menu makan mulai terjadi. Aku mulai memenuhi rasa penasaranku untuk mencoba berbagai menu makanan yang sebelumnya sangat jarang atau bahkan belum pernah sama sekali aku mencicipinya. Apalagi saat itu bertepatan pula dengan maraknya layanan pesan antar makanan secara online. Ada masa di mana saat itu hampir setiap hari aku menggunakan jasa layanan tersebut. Mencari menu makan apa saja yg belum pernah dicoba, kemudian memesannya. Scrolling menu makan di aplikasi pesan antar sepertinya sudah menjadi rutinitas ketika jam sudah mendekati waktu makan. Melihat dan mimilah makanan apa saja yang kelihatannya sangat menggoda lidah.
Orientasinya kini sudah bergeser. Dari yang tadinya aktivitas makan adalah sekedar untuk mengobati rasa lapar dan mengisi energi. Kini syarat itu sudah bertambah lagi satu. KALAU MAKAN HARUS ENAK. Inilah perangkap yang disebut GAYA HIDUP. Bukan berarti makan enak itu hal yang dilarang, makan enak adalah hal yang sah-sah saja. Akan tetapi ketika itu sudah menjadi syarat wajib, maka hal tersebut akan mendatangkan problematikanya sendiri.
Dampak secara langsung sudah pasti dari sisi keuangan. Kita akan menjadi pribadi yang lebih boros, karena sulit untuk tidak menuruti keinginan yang sudah menjadi kebiasaan. Dampak lain bisa jadi kita akan kurang menghargai makanan yang sederhana. Jika disuguhi makanan yang tidak memenuhi selera kita, kita tidak mau. Maunya makanan-makanan yang tidak biasa. Tentu ini menjadi merepotkan.
Itu hanyalah salah satu contoh betapa mengerikannya perangkap bernama GAYA HIDUP. Ada sekian contoh lain yang bahkan lebih ekstrim dari sekedar perubahan selera makan. Antara lain gaya berpakaian, kendaraan, liburan, tempat nongkrong, dan masih banyak contoh yang lainnya. Intinya adalah hal-hal yang sebetulnya bukan menjadi kebutuhan wajib, namun karena sudah menjadi kebiasaan maka seolah-olah keinginan-keinginan tadi harus terpenuhi. Disitulah perangkapnya, yang mana jika kita tidak bisa keluar dari perangkap tersebut gaya hidup hanya akan membuat hidup kita menjadi susah sendiri.